Pendidikan merupakan pilar utama sebuah generasi. Itu bukan teori, melainkan sebuah kaidah penting yang sayangnya seringkali kita lupakan. Kita seringkali membaca kisah seorang tokoh hanya dari sisi individunya dan dramatisasinya, lupa bahwa di balik setiap tokoh besar pasti ada guru-guru yang hebat.

Termasuk bagi figur sekaliber Muhammad Al Fatih, siapakah orang-orang hebat di balik pendidikan beliau?

Dalam budaya Utsmaniyah, para sultan mengatur kurikulum pendidikan bagi anak-anak mereka ketika sudah berusia 5 tahun, yang mereka namakan dengan Sehzade. Di fase itu, para sultan memilihkan guru-guru hebat dari seantero negeri untuk datang mendidik anak-anak mereka tentang berbagai disiplin ilmu.

Ketika sang anak sudah baligh, ia akan mendapatkan kesempatan untuk memilih sendiri guru yang cocok dengan passionnya. Bidang apapun yang menunjang karakter kepemimpinan akan di-approve oleh sang ayah. Begitulah mengapa para sultan Utsmaniyah punya catatan emas terkenal dengan kecerdasan di atas rata-rata, seperti Al Fatih dan Sultan Abdul Hamid II.

Budaya ini terus berlangsung, namun paling kentara di masa-masa awal pembangunan Kesultanan Utsmaniyah yang puncaknya ada di era Sultan Muhammad Al Fatih. Beliau belajar dari 4 grandmaster utama sejak masa kecilnya. Beliau-beliau adalah:

Syaikh Ibnu Tamjid, guru ini terkenal dengan kehebatannya dalam syair-syair berbahasa Arab dan Persia. Dari beliau, Muhammad Al Fatih mempelajari bahasa mulai dari dasar-dasarnya sampai ke sastranya. Sebab ilmu bahasa nyatanya adalah ilmu kepemimpinan.

Lalu Mullah Sirajuddin Halbi (Molla Siraceddin Halebi) guru yang satu ini memang memiliki tempat istimewa di hati ayah Muhammad Al Fatih. Kemudian Mullah Ayyas, Mullah Gürani. Di masa ketika Muhammad Al Fatih sudah menjadi sultan, beliau tetap belajar dan tercatat beliau berguru pada 11 grandmaster dari berbagai bidang.

Di antara guru-guru hebat tersebut, yang paling masyhur adalah Syaikh Aaq Syamsuddin (Akshamsaddin) beliau disebut-sebut para pakar sejarah sebagai pembebas “maknawi” Konstantinopel sebagaimana Muhammad Al Fatih adalah pembebas “fisik”-nya.
.
Selain ketenarannya dalam ilmu agama yang mumpuni, Syaikh Aaq Syamsuddin populer di bidang kedokteran dan farmakologi. Elias John Wilkinson Gibb mencatat dalam karyanya ‘History of Ottoman Poetry’ bahwa Aaq Syamsuddin mempelajari hal itu dari Haji Bayram Wali selama bertahun-tahun bersamanya. Di saat yang sama, beliau juga berpengetahuan luas dalam perawatan gangguan psikologis dan spiritual.
.
Dari guru-guru tersebut, Muhammad Al Fatih belajar ilmu matematika, engineering, tafsir, hadits, fiqh, ilmu Kalam, sejarah, Bahasa Arab, bahasa Persia, Mesir, Latin, Yunani dengan langsung belajar pada penutur asli yang didatangkan dari sudut-sudut wilayah Kesultanan Utsmaniyah. Beliau juga fokus pada ilmu sastra, yang mana terkenal pula Muhammad Al Fatih dengan kasidah syair-syairnya.
.
Referensi :
1. Qisshatu Muhammad Al Fatih, Dr Raghib Sirjani
2. Emir Hüseyin Enîsî: Menâkıb-ı Akşemseddin
3. www.turkpress.co

Tulisan disadur dari https://www.instagram.com/p/B_Q-IIcHmYU/?igshid=p7j4chrqri4c dengan seijin penulis.